Selasa, 01 September 2020

Evaluasi Program Kartu Prakerja

 


Oleh: Ari Ariyandi Gunawan

Saya sedikit melakukan obeservasi terhadap  peserta kartu Pra Kerja secara online. Saya menemukan beberapa masalah yang harus segera dievaluasi dalam implementasi program pemerintah kartu Pra Kerja.

Masalah yang pertama, ternyata banyak peserta kartu Pra Kerja  yang  masih awam  dunia kerja dan profesionalisme. Saya sempat kaget juga ketika ada peserta kartu Pra Kerja yang ingin menjadi Youtuber sehingga uang dari Kartu Pra Kerja itu digunakan untuk biaya kursus tentang penggunaan Youtube di salah satu situs kursus online.  

Padahal situs Youtube yang standar itu bukanlah media bisnis seperti situs marketplace atau online shop. Youtube itu media sosial. Karena itu akan lebih tepat bila digunakan untuk pengembangan Corporate Social Responsibility (CSR). Youtube lebih tepat bila digunakan untuk membangun benefid, bukan profit bisnis. Sehingga Youtuber belum pantas dijadikan sebagai pekerjaan profesional.

Kalaupun ada istilah Youtuber Profesional karena fokus bekerja dengan keahliannya sebagai Youtuber , itu bisa-bisa saja. Tapi selama ini, Youtuber belum diakui sebagai profesi. Karena menjadi Youtuber tidak perlu pendidikan keahlian khusus, tidak ada kode etik profesi Youtuber, tidak ada lembaga profesi Youtuber, dan tidak ada satupun lembaga representatif yang penguji kompetensi Youtuber.

Youtube, Instagram, Facebook, Twitter, itu tergolong sebagai media sosial, bukan media bisnis. Suatu kesalahan bila peserta kartu Pra Kerja, menggunakan uangnya untuk kursus-kursus media sosial. Lebih baik bila digunakan untuk mengikuti kursus-kursus keahlian marketing. Misalnya mengikuti kursus berdagang di Marketplace atau Online Shop,  itu bisa dianggap sebagai merintis keahlian untuk profesi marketing.

Baca: Konsep Sekolah Daring

Masalah yang kedua, saya menemukan ada kursus yang semestinya digratiskan, malah dikomersilkan. Misalnya kursus  membuat proposal, kursus membuat curriculum vitae (CV), membuat lamaran pekerjaan, dan lain-lain. Itu bukan pra kerja. Karena itu sekedar kemampuan yang semestinya telah ada di luar persiapan kerja.

Masalah yang ketiga, metode pembelajaran dan rekrutmen untuk mentor kursus Pra Kerja, sepertinya tidak ditangani secara profesional.  Saya pernah mengamati beberapa video kursus pra kerja, banyak mentor yang hanya fokus  kepada teks presentasi saja, tidak ada pedagogiknya, bahkan tidak ada ekspresi mengajar sama sekali. Mereka seperti sedang mengejar target mengajar saja. Mereka seperti tidak pernah mengikuti  supervisi guru sebelumnya.

Masalah keempat, ternyata media-media pembelajarannya masih sangat kurang, harusnya selain  video,  ada media pembelajaran berbasis teks dan audio. Dan  untuk ujiannya seharusnya menggunakan  assessment komprehensif berbasis kompetensi, bukan kuis berbasis pengetahuan.  

Saya yakin bila tidak ada evaluasi, implementasi program pemerintah kartu Pra Kerja, tidak akan menghasilkan apapun. Akibatnya, para peserta kartu pra kerja, akan tetap kesulitan mendapatkan pekerjaan.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar